Kamis, 25 Desember 2025

Aku Pamit

 Pergi bukanlah pilihanku - namun rupanya takdir tidak memberi kita pilihan untuk tetap tinggal. Aku menyayangimu terlalu dalam, hingga pergi terasa seperti kehilangan sebagian diriku sendiri. Setiap langkah yang menjauh bukanlah sekedar jarak, namun luka yang harus aku terima tanpa tahu kapan untuk benar-benar sembuh. 

Hatiku sesungguhnya tidak benar-benar pergi, ia masih tertinggal dengan caramu hari, pada perhatian setiap saatmu sehingga aku merasa aman. Ada rindu yang tidak pernah bisa belajar diam; bahkan ketika logika memintaku pulang, hatiku justru memilih untuk menetap.

Aku mencoba dan selalu berupaya bertahan, meyakinkan diri bahwa cinta tidak bisa hanya dengan kesabaran untuk selalu berjuang memiliki. Namun nyatanya semakin lama justru aku semakin mengerti bahwa cinta itu bukan untuk diperjuangkan, melainkan justru untuk dilepaskan. Aku merasa bahwa cintaku tidak pernah kurang, perhatianku tidak pernah lekang, tapi justru karena terlalu penuh sehingga terlalu dalam untuk dipaksa berjalan melawan arah takdir. 

Untuk itu, aku memilih pergi, jujur bukan dengan hati yang siap; melainkan jiwaku lelah dan keberanian yang tersisa. Aku mengikuti takdir dengan tangan gemetar, dada semakin sesak, dan pikiran tak menentu. Aku berupaya menyimpan cinta ini sebagai doa yang tidak akan pernah lagi kusebut namanya.

Dan jika suatu hari rasa ini bertanya, aku akan menjawab: aku hanya belajar taat pada takdir, dan menghargai diri sendiri sepenuhnya. Tak lagi akan mengupayakan atau bertanya kabar. Sebab semua sudah berlalu tanpa ada peduli sedikitpun darimu. 
Aku pamit ya, doakan aku selalu bahagia.