Sebagai seorang pebelajar entah itu menjadi seorang guru, tentor, tutor, atau peserta didik menginginkan setiap ilmu baru yang diperoleh dalam pembelajaran dapat diterima dengan baik.
Seorang guru tentu mendambakan apa yang disampaikan di kelas dapat diserap sepenuhnya oleh peserta didik di kelasnya tanpa terkecuali. Namun, kenyataan tidak seindah keinginan....sebagian besar peserta didik datang ke sekolah hanya untuk menunaikan kewajibannya sebagai seorang anak yang masih berada di usia sekolah, daripada di rumah harus bekerja, harus membantu orang tua, menganggur, dan segudang alasan lainnya. Fenomena ini kerap kali menjadi kendala tersendiri bagi guru untuk menggapai keinginan agar materi terserap seluruhnya.
Menurut beberapa penelitian, peserta didik hanya dapat menyerap sekitar 20% materi ajar dari seorang guru di kelas, selebihnya dianggap angin lalu. Kasus lain, peserta didik dapat secara optimal menerima pelajaran pada 20 menit pertama, sdangkan sisanya diikuti dengan keterpaksaan saja.
Fakta memang, mengajar tidak sindah harapan, belajarpun tidak seindah membalikkan telapak tangan.
Untuk itu, guru dengan sega daya dan upayanya menciptakan metode pembelajaran, menggunakan berbagai model pembelajaran agar peserta didiknya mengerti, memahami, dan menguasai bahan ajarnya. Salah satunya memanfaatkan media pembelajaran.
Namun, apakah menggunakan media pembelajaran secara otomatis membuat peserta didik lantas mengerti apa yang disampaikan ? Tentu saja tidak, sebab media hanya sebagai bagian kecil dari hal yang menentukan keberhasilan belajar peserta didik.
Faktor lain, keengaanan guru dalam merancang media membuat pembelajaran menjadi monoton, statis, dan sebatas teoretis. Waktu dan kemampuanlah yang menjadikann hal tersebut berlangsung secara terus menerus.
Lalu salah siapa dan mau di bawa kemana pendidikan kita ???
Yuk kita diskusikan bersama....
Salam,
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Jangan Lupa Tinggalkan Komentar Sobat... ^_^