Sabtu, 07 Mei 2011

Perjuangan Berat Seorang GTT

Profesi Guru hingga saat ini masih diidolakan sebagian orang. Hal ini terbukti dengan banyaknya mahasiswa yang mengambil fakultas keguruan dan ilmu pendidikan sebagai pilihan hatinya ketika melanjutkan ke jenjang studi Strata-1 (S1). Proses perkuliahan 4 tahun yang dilalui selepas dari SMA akan terasa singkat jika dijalaninya  dengan senang hati, serius, dan tanpa kendala yang cukup berarti.
Setelah 4 tahun berjibaku dengan materi-materi perkuliahan yang mengenyangkan tentu saat yang paling dinanti adalah wisuda. Betapapun wisuda menjadi sebuah terminal akhir sebagai seorang mahasiswa.
Namun sejatinya perjuangan belum berakhir, karena setelah wisuda masih ada tugas menanti, yaitu tugas sebagai seorang Guru.


Perjalanan panjang seorang guru Wiyata Bakti atau lebih terkenal dengan sebutan GTT (Guru Tidak Tetap) dimulai saat sang Guru diterima disebuah sekolah hingga diangkat menjadi seorang GTY (Guru Tetap Yayasan). Pun demikian tidak semua GTT dapat melenggang dengan mulus menuju GTY, beberapa butuh waktu bertahun-tahun hingga akhirnya dapat diangkat menjadi guru tetap. Beberapa kasus yang penulis temui dilapangan, sebut saja Guru tersebut A mengajar di sebuah SMP Swasta mengajar mulai tahun 2002 sebagai seorang GTT dengan upah per bulan Rp. 60.000,- Alih-alih mengabdikan diri dan mencari suaka hidup maka profesi yang tidak "wajar" ini dijalaninya dengan penuh kesabaran dan ketabahan, hingga tahun berganti jumlah gaji yang diterima per bulan tidak pernah lebih dari Rp. 450.000/bulan. dengan masa kerja 8 tahun.
Bagaimanapun ini adalah potret buram pendidikan di Indonesia kawan !
Antara mimpi dan realita sangat jauh berbeda, lalu apalah arti sebuah Ijasah S-1 jika gaji yang diterima sebanding dengan Guru lama dengan ijasah SMA ?

Lain lagi kisah guru B, yang kebetulan dapat menjalankan aktivitasnya di sekolah (SMP) Negeri. Kisah pilunya ternyata tidak jauh berbeda dengan guru A, bahkan penghasilan perbulan hanya Rp.250.000,- Kemanakah sang guru yang dengan tulus ikhlas mengajar tanpa pamrih ini harus mengadu nasib?
Bayangkan saudaraku, guru mengajar putra-putri/keponakan/dan adik anda dari pagi jam 07.00 hingga siang jam 13.30 setiap hari hanya diberi upah 250 ribu tiap bulan...bukankan uang tersebut adalah uang jajan anda ??

Sungguh ironis memang, sungguh jauh kesenjangan penghasilan guru antara guru PNS dan guru wiyata.
Untuk itu saatnya kita ikut bersuara agar Nasib GTT ini semakin membaik.
Bagaimanapun GTT adalah seorang Militan yang dengan pengharapannya dapat menjadi seperti PNS.
Semangat untuk rekan-rekan GTT.

7 komentar:

  1. Semoga yang menyandang status gtt segera berubah jadi pns! Stop lowongan pns habiskan gtt dulu!

    BalasHapus
  2. Maaf, kalau boleh kasih saran, shoutmix nya ganti cBox! Indonesia kena banned oleh shoutmix, coba tekan link yang tidak digarisbawahi kondisi off.

    BalasHapus
  3. @nuansa obama osama: sepertinya tidak akan pernah habis GTT di negeri ini, diangkat satu tumbuh seribu.

    @nuances selena gomez: semangat juga

    @aura keyboard: oke,makasih sarannya

    BalasHapus
  4. aku jadi mikir lagi, kan aku masih kuliah ne, gimana nasibku besok kalau udah lulus ya... hmmmm

    BalasHapus
  5. @choirul: rejeki sudah diatur oleh Tuhan...yakin dan optimis itu yang diperlukan...

    BalasHapus
  6. Guru adalah pahlawan tanpa tanda jasa.mgkn i2 yg msh dipegang teguh oleh pemerintah, shg mrk beranggapan uang seg2 dah ckp drpda tnpa tanda jasa sama sX.Mrk hnya membandngkan tnpa tnd jasa dengan tnd jasa(25@_-_).Mrk tdk lhat bgmna GTT berjuang, huft
    Jadi binggung ki masa depanku kyak apa yach..

    BalasHapus

Jangan Lupa Tinggalkan Komentar Sobat... ^_^